Kehilangan
barang dagangan (selanjutnya disebut kehilangan barang) dalam bisnis
ritel bukan merupakan suatu hal yang baru bagi para riteler, mengingat
cara penataan barangnya yang sangat menarik perhatian, mudah dijamah dan
mengundang minat untuk memiliki barang tersebut bagi yang melihatnya.
Dalam
dunia kepolisian dikenal istilah yang berkaitan dengan tindak kejahatan
yaitu N (Niat) dan K (Kesempatan). Niat adalah sesuatu yang telah
direncanakan oleh pelaku, jadi bila seseorang telah berniat untuk
mencuri maka segala daya upayanya akan dikerahkan untuk mengambil barang
tersebut walaupun keadaannya mungkin kurang mendukung. Sedangkan
Kesempatan adalah peluang yang tersedia, artinya jika peluang ada maka
seseorang yang tadinya tidak berniat untuk mencuri sering timbul
keisengannya untuk mencoba mencuri. Dalam topik ini pembahasan lebih
banyak ditekankan pada aspek preventif (pencegahan) untuk terjadinya
kehilangan barang.
Disamping hal-hal di atas perputaran barang
yang cepat juga menjadi salah satu penyebab suburnya angka kehilangan
bila tidak dibarengi dengan kontrol barang/stok yang
baik.Kehilangan
barang yang tidak terkontrol akan menggerogoti keuntungan yang diperoleh
yang lama kelamaan akan dapat menghentikan usaha ritel.
Mengingat
vitalnya akibat kehilangan barang, maka tidak ada kata lain untuk
menangani kehilangan barang-barang sedini mungkin. Bisnis ritel yang
pada umumnya beroperasi secara swalayan sangat mudah sekali untuk
terjadinya kehilangan barang karena begitu dekatnya antara manusia
dengan barang dan terbatasnya jumlah karyawan yang mengawasi daerah
tersebut, disamping itu adanya upaya riteler untuk memberi kebebasan
customer memilih barang sering dianggap sebagai kesempatan untuk
mengambil barang.
Kehilangan barang dapat terjadi dimana saja di
area toko. Namun demikian kita dapat menggolongkan tempat terjadinya
kehilangan ke dalam 5 lokasi, yaitu :
1. Pada Proses penerimaan barang
2. Didalam Area Gudang
3. Di dalam Area Jual
4. Di area Kasir
5. Di proses administrasi
Ada 4 faktor penyebab timbulnya kehilangan barang di toko, yaitu (Alatief Bisnis Institut, 2000):
1. Pencurian oleh karyawan 45 %
2. Pencurian oleh pihak eksternal 30 %
3. Kesalahan dan Ketidak akuratan pencatatan 20 %
4. Kesalahan Supplier 5 %
Kehilangan
barang di toko sebagian besar disebabkan oleh karyawan, karena karyawan
pada umumnya telah mengerti cara kerja dan sistem pengamanan barang di
toko tersebut, sehingga mudah untuk mengatisipasinya. Sedangkan dari
pihak luar (30 %) merupakan penyebab kedua, hal initerjadi karena adanya
kesempatan dan kurang kontrol dari karyawan toko.
Kehilangan
barang karena Kesalahan dan ketidakakuratan data lebih banyak disebabkan
oleh kelalaian dan tidak disiplinnya bagian administrasi dalam mencatat
ke luar masuknya arus barang dan kurang kontrolnya store manager di
took, sehingga terlambat untuk diantisipasi. Kehilangan barang jenis
yang ketiga ini walaupun pelik namun cukup mudah untuk segera diatasi.
Kehilangan
barang yang disebabkan oleh kesalahan Supplier walaupun persentasenya
kecil namun cukup berperan dalam menggerogoti margin yang diperoleh oleh
toko, bila tidak segera diselesaikan. Kesalahan yang dilakukan oleh
Supplier biasanya berkaitan dengan perbedaan harga beli barang, jumlah
kuantiti barang dan adanya supplier yang nakal dengan mengganti barang
dengan mutu yang lebih rendah.
Pada prinsipnya kehilangan barang di toko dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu :
1. Unknown Loss (Kehilangan barang yang tidak diketahui penyebabnya)
2. Known Loss (Kehilangan barang yang diketahui penyebabnya).
Unknown
loss merupakan kehilangan barang yang sesungguhnya akibat tindak
pencurian baik dilakukan oleh karyawan maupun pihak luar (customer),
sedangkan unknown loss merupakan kehilangan barang yang penyebabnya
diketahui dan masih dapat dikontrol, misalnya tingginya tingkat barang
yang rusak untuk produk jajanan pasar akibat salah pemesanan barang
(pesan barang terlalu banyak dibandingkan penjualannya, sedangkan barang
tersebut hanya layak konsumsi dalam satu hari).
Begitu pula
halnya dengan barang-barang yang memliki masa kedaluarsa seperti susu
segar, keju dan sebagainya. Jika barang-barang tersebut tidak ditangani
dengan FIFO (First in First Out; atau barang yang masuk terlebih dahulu
harus dikeluarkan terlebih dahulu), maka besar kemungkinan tingkat
barang yang kedaluarsa juga akan makin tinggi dan ini akan memperbesar
known loss-nya.
Mengatasi kehilangan barang di toko memang tidak
gampang. Namun retailer pasti mampu menekan kehilanagn tersebut ke level
yang masih dapat ditoleransi dengan dibuatnya sistem prosedur yang
efektif yang disertai komitmen, disiplin dan ketegasan.